WARGA NU SADARLAH, WAHABI ZAMAN NOW NYARIS BERHASIL MEMECAH KALIAN

Selasa, 12 Juni 2018




Pertama, Wahabi mangadakan gerakan dan dana super besar untuk membuat NKRI bersih dari Nahdlatul Ulama' di target 2025. Sering dawuh para Kiai sepuh, kalau mau menguasai Indonesia, kuasai dulu NU. Kalau mau memecah belah Indonesia, pecah belah dulu NU. Kalau mau menghancurkan Indonesia, hancurkan dulu NU.

Kedua, Nahdlatul Ulama' sudah cukup lambat mengantisipasi serbuan media-media online sampai media-media sosial oleh mereka. Serangan di (zaman old) media cetak sudah gencar dari tahun 1980an, serangan melalui internet sudah gencar dari tahun 1995an, dan serangan di media sosial semakin menggila sejak tahun 2010an (zaman now).

Ketiga, butuh peningkatan kajian literasi kitab kuning (ilmu-ilmu agama), kitab putih (ilmu-ilmu humaniora), dan kitab abu-abu (ilmu politik) bagi warga NU agar tidak gampang dibodohi oleh faham-faham yang "menyerang" kaum Nahdhiyyin. Karena mereka kini menyerang menggunakan gerakan Neo Cortex (Al Ghozwul Fikr), proxy dan psyco war (perang pemikiran, rekayasa psikologi dan intrik politik) dengan menggunakan sentimen agama, fanatisme Islam serta 'politik kebencian' sebagai alat untuk melemahkan warga NU.

Keempat, serangan kepada ulama'-ulama' NU khususnya para ulama' pengawal organisasi NU berupa fitnah dan hoax (berita palsu) amat gencar, sebagian diantaranya dilakukan oleh kalangan yang "mengaku" Nahdhiyyin juga. Serangan-serangan ini bertujuan untuk menghilangkan kepercayaan umat kepada ulama', kemudian mengalihkannya kepada ulama'-ulama' yang "direkomendasikan" oleh para penyerang tersebut.

Kelima, para kader Anshor Banser, elemen organisasi NU dan warga Nahdhiyyin harus ikut serta dalam "perang media sosial" tersebut, namun dengan cara bil-hikmah wal mau'idhatil hasanah. Bila mereka rajin menyebar hoax dan fitnah, jangan dilawan dengan itu juga. Tapi lawan dengan menyebarkan berita yang benar serta tabayyun jika memang diperlukan. Perbanyak share postingan yang meluruskan kesalahpahaman, tanpa menghujat dan mencaci. Ingat, NU itu merangkul, bukan memukul.

Warga NU memang harus mewaspadai gaya baru Wahabi / Wahabi Zaman Now ini. Setelah mereka gagal puluhan tahun demi me-wahabi-kan banyak kader NU di kampus-kampus Arabi Saudi, mereka juga gagal memberantas amaliyah NU dengan missil ustadz-ustadz Wahabi seperti Ustadz Firanda hingga Tengku Wisnu melalui media massa, dan menyebar web-web majhul yg penuh propaganda.

Wahabi Zaman Now ini juga telah mencoba mengemas agar doktrin mereka lebih diterima dengan baju Jawa yaitu ala MTA pimpinan Syekh Sukino namun tetap juga saja gagal, nampaknya kini ada lagi kesempatan bagi mereka untuk memecah belah warga NU dg "berselingkuh" dengan FPI.
Mungkin mereka sudah tahu bahwa hanya kaum Aswaja yang suka memuja-muja ahlul Bayt sampai 'sundul langit'. Bahkan mereka mungkin juga menganggap warga NU hanyalah kumpulan orang bodoh karena menganggab para Habaib sebagai 'sadat' (jamak dari Sayyid) yang dianggap sebagai juru selamat, yang mana semua fatwa dan ucapan mereka pasti dianut dan dianggap benar.

Hingga dengan trik-trik politik, kini Wahabi telah berhasil berfusi dengan FPI untuk memecah belah opini warga NU dengan menggunakan atribut baru yang mereka ciptakan, yah apalagi kalau bukan GNPF-MUI.

Lihatlah, nampaknya demi tegaknya kalimah Wahabi dan menyenangkan juragan mereka di Arab Saudi, kini panglima GNPF yang juga guru besar Tengku Wisnu itu kini telah berkopyah hitam dan memproklamirkan diri sebagai ulama besar dengan gelar Kyai Haji (KH). "Kami NU bukan.? Maka dengarkan juga kami" Mungkin itulah yang ingin beliau katakan.

Tetapi mereka lupa bahwa warga NU itu panutannya bukan Kyai, Habib maupun Ustadz. Tapi panutan warga NU adalah para ulama' yg mengajarkan makna kebajikan yang tidak sekedar diukur menggunakan "qola ta'ala" apalagi simbol "keAraban", tapi kebaikan sosial yang tentunya sesuai tradisi adat lokal mereka di Nusantara serta sejalan dengan ajaran Sunnah Nabi serta uswah akhlaqul karimah Rosulillah SAW.

Para ulama' setiap hari membimbing dengan fatwa-fatwa yang menyejukkan di kampung-kampung atau pesantren-pesantren serta uswah keteladanan yang mendamaikan tanpa mengobral dalil dan simbol-simbol agama secara vulgar, bukan juga fatwa yang penuh dengan sensasi atau orasi yang menggugah emosi seakan akan kita sedang berperang.

Para ulama' lebih mengutamakan ilmu dan moral sebagai pegangan dari pada atribut kenabian dan semangat keIslaman yang kadang dipenuhi kepentingan dan kemunafikan.
Karena NU adalah Nahdlatul Ulama', yaitu sebuah organisasi sebagai wadah para ulama' dalam upaya untuk membangkitkan umat dari carut marut dunia yang penuh permainan melalui kekuatan ilmu dan moral, apapun atribut sosial pada mereka yang masyarakat berikan.

Sumber reediting : www.hwmi.or.id

Re-Copyright @ 2015 Media Share Aswaja. Re-Designed by AvD from AvD | AvD Brawijaya